KARYA & BUDAYA

HOM DAFTAR ISI PROFIL
KARYA &BUDAYA
Lokasi ziarah tempat mbah japan yang berada di dukuh jepanan desa getassrabi kecamatan gebok kabupaten kudus Anda dari jalur kudus jepara turun di dolok kaliwungu jalan keutara sampai desa kuwaraan SD 3 Getassrabi belok pertigaan kebarat sampai di desa Jepanan ujung timur di situ lokasi keberadaan tempat RT:06 -RW:09 adapun juru kunci makam bapak Sutrisno selang dua rumah keutara jalan MAKAM MBAH JAPAN Setiap Tahun diadakan khoul bukak luwur Malam diadakan Pengajian umum khol bukak luwur siang di adakan perayaan dngn berbagai macam perayaan & tanggapan salah satunya barongsai atw barongan yg di selenggarakan dari lokasi ujung desa sebelah selatan tepatnya di belik sendang yg di keramatkan warga masarakat konon ada Sendang yg sekarang hanya ada bangunan petilasan Adapun juru kunci belik sendang Jepanan yaitu mbah bodong RT:02 * RW:06 Setelah ritual di belik sendang lalu keutara berada di lokasi sumur tua konon tempat persinggahan orang sakti yg di keramat kan tempat itu di beri nama sumur mbegal karena berlokasi di kawasan mbegal
Sejarah : Legenda Jaka Tarub dan 7 Bidadari




Dahulu ada seorang pemuda yang bernama Joko Tarub. Dia adalah pria melajang. Suatu hari ketika ia pergi ke hutan, di sebuah telaga ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi. Karena tertarik dengan kecantikan dan keelokan tujuh gadis itu, Joko Tarub memutuskan untuk menyembunyikan salah satu pakaian gadis tersebut dan ia simpan di lumbung padi di rumahnya. Ternyata tujuh gadis itu adalah tujuh orang bidadari yang turun dari langit untuk mandi. Ketika mereka hendak kembali ke langit salah seorang dari mereka kehilangan pakaian dan selendang yang dipergunakan untuk terbang ke kahyangan. Karena sudah melebihi waktu yang ditentukan terpakasa bidadari yang kehilangan pakaian dan selendang itu pun ditinggal oleh rekan-rekannya.

Bidadari itu pun merasa sangat kalut, kemudian ia bersumpah apabila ada yang memberikan pakaian untuknya jika yang menolong itu perempuan akan dijadikan saudara dan apabila yang menolongnya laki-laki akan dijadikan suami. Datanglah Joko Tarub memberikan pakaian ganti untuk bidadari itu. Walaupun Joko Tarub tidak mengetahui bahwa gadis itu adalah bidadari. Bidadari itu bernama Dewi Nawang Wulan. Nawang Wulan sangatlah cantik, lebih cantik dibanding dengan rekan-rekanya. Dia pun menepati janjinya untuk menikah dengan Joko Tarub. Joko Tarub sangat beruntung dapat menikah dengan Nawang Wulan yang begitu cantik jelita. Seiring berjalannya waktu mereka saling mencintai satu sama lain.

Suatu hari, pada saat Nawang Wulan menanak nasi, ingin pergi ke ladang. Ia berpesan kepada suaminya, Joko Tarub untuk tidak melihat apa yang ia tanak. Setelah Nawang Wulan pergi, hasrat Joko Tarub sebagai manusia untuk mengetahua apa yang sebenarnya yang ditanak istrinya pun muncul. Kemudian, ia memlihat apa yang sebenarnya dimasak istrinya. Ternyata hanya setangkai padi saja yang ia lihat dalam tungku. Pada waktu yang bersamaan Nawang Wulan mengetahui bahwa selendangnya di simpan dalam lumbung padi selama bertahun-tahun. Nawang Wulan sangat marah kepada Joko Tarub. Joko Tarub baru mengetahui bahwa Nawang Wulan adalah seorang bidadari, ia pun menggunakan kekuatannya untuk menanak nasi, maka dari itu ia melarang Joko Tarub melihat ia memasak. Karena kecewa dengan Joko Tarub, ia memutuskan untuk meninggalkan Joko Tarub dan pergi ke kahyangan. 

Di kahyangan Nawang Wulan tidak di sambut dengan baik. Ia diusir dari kahyangan karena telah menikah dengan orang yang ada di bumi. Nawang Wulan merasa tidak pantas tinggal kembali di kahyangan. Teman-temannya pun tidaklagi menyambutnya dengan baik. Dia kemudian di buang ke daerah selatan. Disana ia bertapa dan mendapat bantuan dari roh halus. Kemudian ia di nobatkan menjadi penguasa laut selatan atau sering di kenal dengan “Nyi Roro Kidul”. Sampai saat ini Nyi Roro Kidul dianggap sakti dan menguasai sepanjang laut selatan. Konon katanya Nyi Roro Kidul yang menjaga ketenangan laut selatan, sehingga banyak warga di pesisir pantai memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul.

Nilai-Nilai yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.

1. Nilai Moral,


Setelah membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.

Perilaku yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya, dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu. 

Ini merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka. Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia.

2. Nilai Sosial, 

Nilai-nilai lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan orang lain disekitar kita. 

Nilai sosial dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan sendirian di bumi yang asing bagi mereka.

Sebaiknya kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha membantu semaksimal mungkin. 

3. Nilai Etika, 
Nilai etika merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa. 

Sifat-sifat seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan. 
4. Nilai Estetika, 

Nilai estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan suasana yang indah.

Maka, setiap keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan menimbulkan kesan keindahan yang mendalam. 

5. Nilai Budaya,i 

Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya. 

6. Nilai Religi. 

Nilai-nilai religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas. Ini menunjukkan ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh nenek moyang. Kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul juga merupakan salah satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang karena telah bergeser dengan adanya agama. Nyi Roro Kidul sudah tidak dijadikan sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir selatan. 

http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/12/joko-tarub-dan-dewi-nawang-wulan/

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,

Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada di dusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk di dusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliweran, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau ke bawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain. 

Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar. 

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen


Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang ke atas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja Majapahit, Prabu Kertabumi, Raja Brawijaya yang bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam. 

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang

SAUDARA – SAUDARA BELIAU 

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V di  kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu : 1.Ki Ageng Wanasaba 2.Ki Ageng Getas Pendawa 3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan 

Ki Ageng Wanasaba Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas 

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub )

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.Ki Ageng Getas Pendawa, Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan. 

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan 

http://uatasufy-syafaat.blogspot.com/2010/06/silsilah-keturunan-nyai-ag-ngerang.html 

Sejarah : Legenda Jaka Tarub dan 7 Bidadari 

Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970) 
Jaka Tarub mengintip bidadari mandi dan berhasil mencuri pakaian bidadari tersebut kemudian bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan tersebut dinikahi, dari pernikahan ini lahirlah Dewi Nawangsih 

Jawaban saya : 

Benarkah kisah ini? Jaka Tarub adalah Azmatkhan, ini adalah nama lainnya. Betapa mesum dan piciknya Jaka Tarub jika ia melakukan hal tersebut, padahal dalam nasab Azmatkhan beliau adalah anak seorang ulama dan juga merupakan tokoh nyata yang juga merupakan ulama. 

Adapun Nasab Jaka Tarub berdasarkan kitab Nasab Al Mausuuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini yang disusun oleh Sayyid Bahruddin Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Bab Keluarga Besar Maulana Malik Ibrahim, Penerbit Madawis, Tahun 1918 – 2014 (terupdate) adalah sebagai berikut 

Muhammad Rasulullah SAW 1. Fatimah Azzahra/Fatimah Al Batul 2. Imam Husain Asshibti/Abu Syuhada 3. Imam Ali Zaenal Abidin/Ali Al Ausath/Ali Assajad 4. Imam Muhammad Al Baqir 5. Imam Ja'far Asshodiq 6. Imam Ali Al Uraidhi 7. Imam Muhammad An-Naqib 8. Imam Isa Arrumi 9.Imam Ahmad Al Muhajir 10.Imam Ubaidhillah/Abdullah 11.Imam Alwi Al Mubtakir/Alwi Al Awwal (Cikal Bakal lahirnya keluarga Alawiyyin) 12.Imam Muhammad Shohibus Souma'ah 13.Imam Alwi Shohib Baitu Jubair (Alwi Atsani) 14.Imam Ali Kholi 'Qosam 15.Imam Muhammad Shohib Mirbath 16.Imam Alwi Ammil Faqih 17.Imam Abdul Malik Azmatkhan 18.As-Sayyid Amir Abdullah Azmatkhan 19.As-Sayyid Sultan Ahmad Syah Jalaluddin 20.As-Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro 21.As-Sayyid Sultan Barokat Zaenal Alam 22.Maulana Malik Ibrahim 23.Maulana Abdurrahim/JAKA TARUB 

Cerita dongeng bidadari ini banyak terdapat dibeberapa Negara. Bukan tidak mungkin kisah ini mengadopsi cerita-cerita dari negara luar yang sering melakukan imaginasi yang tinggi, sehingga kadang dunia nyata dan dunia khayal jadi sulit untuk dibedakan. Jelas penggambaran bidadari itu lebih mirip dengan mahluk dari surga (bidadari itu hanya di surga,) Sehingga ada kesan Jaka Tarub telah menikah mahluk yang hanya disediakan nanti di Surga. Sudah jelas sangat sulit mengurai dengan logika pernikahan antara manusia dengan bidadari 

Kita perlu tahu, sosok Jaka Tarub itu bukan dongeng, bukan mitos, beliau itu nyata dan ada keturunan, makamnya juga masih terpelihara dengan baik, bahkan disetiap khaulnya saja sering diadakan. Saya kadang sering geregetan jika melihat cerita jaka tarub dijadikan dongeng, apalagi diembel embeli dengan tingkah laku kurang ajar seperti mengintip! Jaka Tarub adalah ulama! Jangan karena namanya seolah olah bukan nama ulama sehingga kisahnya jadi diplesetkan. Padahal nama Jaka Tarub hanyalah gelar atau julukan, nama aslinya sendiri sangat bagus 

Sekali lagi Babad Tanah Jawi telah menjatuhkan karakter seorang ulama keturunan Walisongo 

Wallahu A’lam Bisshowab…. KUPAS TUNTAS KEANEHAN ISI BABAD TANAH JAWI (Keanehan Ke 16) 

(Disarikan dari Buku Babad Tanah Jawi Episode Galuh Mataram dan diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuno ke Bahasa Indonesia Oleh Dr. Suwito, Tahun 1970) 

Keanehan ke 16 : 

Syekh Maulana Magribi keluar dari persembunyiannya karena Dewi Rasawulan marah, kemudian Syekh Maulana Magribi mencabut kemaluannya dan kemudian kemaluannya dijadikan senjata yang dinamakan Braja Sangkuh. Syekh Maulana Magribi kemudian memanggil bayi yang ada di kandungan Dewi Rasawulan, tiba-tiba meloncatlah bayi yang dikandung melalui lambung dan jatuhkepangkuan Syekh Maulana Magribi. Setelah bayi itu lahir, Dewi Rasawulan justru benci dan tidak mau memeliharanya. Anak tersebut dinamakan Kidang Telangkas (kelak bernama Jaka Tarub).(terdapat dihalaman 83) 

Jawaban saya : 

Perhatikan kisah ini, betapa keji dan dan kurang ajarnya penulis buku ini ketika menggambarkan Syekh Maulana Magribi yang notabenenya seorang ulama besar dan Waliyullah dengan menyebut nyebut aurat Sang Syekh tersebut, sengaja saya sebutkan kalimat itu, agar anda bisa menilai bagaimana bejatnya buku ini dalam menggambarkan sosok ulama. Aurat adalah sesuatu yang sangat mahal pada diri manusia, apalagi bagi mereka yang sudah masuk dalam kategori Waliyullah. Bayangkan bahasa aurat disebut secara vulgar, bahkn Ini dianggap sebagai mainannya seorang ulama, dan lebih anehnya lagi kemudian auratnya itu diubah jadi senjata. Seolah-olah Syekh Maulana Magribi telah jadi manusia yang telah dikebiri karena tidak punya alat kelaminnya lagi. Yang lebih tidak masuk akal, hanya karena “sakti” Syekh Maulana Magribi digambarkan bisa memanggil bayi dan keluar lewat lambung (ini jelas bukan cerita karomahnya Wali tapi adalah DONGENG!) dan jelas cerita ini sangat KEJAM DAN BIADAB !!!. Lebih tidak bermoralnya lagi, penulis buku babad ini menggambarkan perilaku Dewi Rasawulan yang tidak punya rasa keibuan. 

Kisah ini benar-benar sebuah pelecehan terhadap sosok Syekh Maulana Magribi dan Dewi Rasawulan yang kedua-duanya adalah adalah putra putri terbaik keluarga besar Walisongo, yang satu adalah Waliyullah dan yang satu lagi seorang muslimah yang taat juga berilmu dan berakhlak. Sekali lagi untuk yang ke 16 kalinya saya menemukan bahwa ternyata Babad Tanah Jawi benar benar telah menghancurkan nama baik dan kredibilitas Keluarga Besar Walisongo, masih maukah anda percaya terhadap buku yang sesat ini? 

Wallahu A’lam BIsshowab… 

Catatan Lain Tentang Syekh Maulana Maghribi dan Jaka Tarub
Sapa ta Syekh Maulana Maghribi iku? Adhedhasar Babad Demak panjenengane iku sawijine wong Arab kang mumpuni ilmu agama Islam. Asale saka tanah Pasai. Critane isih tedhak turune Kangjeng Nabi Muhammad SAW, lan klebu golongan wali ing tanah Jawa. Anggone angejawa mbarengi adege karaton Demak. Panjenengane mula kagungan ancas tujuwan ngislamake wong Jawa. Sabedhahe kraton Majapait ganti kraton Demak kang disengkuyung dening para wali. Sawise tentrem negarane para wali andum gawe nyebarake agama Islam. Syekh Maulana kawitan ditugasi ana ing Blambangan. Ana kana dipundhut mantu dening sang adipati. Nanging durung nganti taunan nuli ditundhung, sebabe apa ora kecrita. Saoncate saka Blambangan banjur menyang Tuban, menyang panggonane kanca akrabe lan padha-padha saka Pasai, tunggale Sunan Bejagung karo Syekh Siti Jenar. Saka kono Syekh Maulana banjur lelana tabligh menyang Mancingan.
Nalika tabligh ana Mancingan iki Syekh Maulana sejatine wis peputra kakung asma Jaka Tarub (utawa Kidang Telangkas) saka garwa asma Rasa Wulan, ya rayine Sunan Kalijaga (R. Sahid). Wektu ditinggal ramane lunga Kidang Telangkas isih bayi. Kawuningana nalika oncat saka Blambangan sejatine Syekh Maulana uga ninggal wetengan kang mbabar kakung, diparingi asma Jaka Samudra. Ing tembe Jaka Samudra jumeneng waliyullah ana Giri, ajejuluk Prabu Satmata utawa Sunan Giri. Nalika Syekh Maulana tekan Mancingan ing kana wis ana sawijine pendhita Budha kang limpad, asmane Kyai Selaening. Daleme ana sawetane Parangwedang. Dene papan pamujane kyai iki karo murid-muride ana candhi kang didegake ana sadhuwure gunung Sentana. Sakawit Syekh Maulana ethok-ethok meguru karo Kyai Selaening. Ana bebrayan umum Syekh Maulana kadhangkala sok ngatonake pangeram-eram. Suwe-suwe Kyai Selaening midhanget bab iki. Syekh Maulana ditimbali lan dipundhuti priksa apa anane. Ya ing kono iku Syekh Maulana ngyakinake Kyai Selaening bab ilmu agama kang sanyata. Wong loro iku banjur bebantahan ilmu.

Nanging Kyai Selaening ora keconggah nandhingi ilmune Syekh Maulana. Mulane panjenengane genti meguru marang Syekh Maulana. Panjenengane banjur ngrasuk agama Islam. Wektu iku ing padepokane Kyai Selaening wis ana putra loro playon saka Majapait kang ngayom ana kono, asmane Raden Dhandhun lan Raden Dhandher, karo-karone putrane Prabu Brawijaya V saka Majapait. Bareng Kyai Selaening mlebu Islam putra Majapait iku uga banjur dadi Islam, asmane diganti dadi Syekh Bela-Belu lan Kyai Gagang (Dami) Aking. Syekh Maulana ora enggal-enggal jengkar saka Mancingan nanging sawatara taun angasrama ana kana, mulang agama marang warga-warga desa. Daleme ana padepokan ing sadhuwure Gunung Sentana, cedhak karo candhi. Candhi iki baka sethithik diilangi sipate. Kyai Selaening isih tetep ana padhepokan sawetane Parangwedang nganti tekan ajale. Welinge marang anak putune, aja pisan-pisan kuburane dimulyakake. Makame iki lagi taun 1950-an dipugar karo sedulur saka Daengan. Banjur ing taun 1961 dipugar luwih apik maneh dening sawijine pengusaha saka kutha. Bareng wis dianggep cukup anggone syiar agama Syekh Maulana banjur jengkar saka Mancingan lan meling supaya tilas padhepokane iku diapik-apik kayadene nalika wong-wong padha mbecikake candi. 

Ya ing padhepokan iku wong-wong banjur yasa kijing. Sapa sing kepengin nyuwun berkahe Syekh Maulana cukup ana ngarep kijing iki, kayadene ngadhep karo panjenengane. Syekh Maulana Maghribi utawa Syekh Maulana Malik Ibrahim sawise saka Mancingan nerusake tindake syiar agama ana ing Jawa Timur. Bareng seda jenazahe disarekake ana makam Gapura, wilayah Gresik. Syekh Maulana Maghribi nurunake ratu-ratu trah Mataram. 

Urutane silsilah: Bupati Tuban-Dewi Rasa Wulan (nggarwa Syekh Maulana)-Jaka Tarub (nggarwa Dewi Nawangwulan)-Nawangsih (nggarwa Radhen Bondhan Kejawan)-Kyai Ageng Getas Pendhawa-Kyai Ageng Sela-Kyai Ageng Anis/Henis-Kyai Ageng Pemanahan (Kyai Ageng Mataram)-Kanjeng Panembahan Senapati-Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat Jawi-ratu-ratu karaton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, lan Mangkunegaran. Masiya makame Syekh Maulana ing Gunung Sentana dudu pasareyan sing sabenere, nanging saben ana rombongan ziarah Wali Sanga mesthi merlokake ziarah ana pasareyan Syekh Maulana ing Parangtritis. Panggonan liya sing mesthi dadi jujugane ziarah Wali Sanga yaiku makam Gunung Pring, Muntilan (pasareyane Kyai Santri) lan makam Bayat. Kayadene makam pepundhen kraton liyane, saben wulan Ruwah makame Syekh Maulana uga nampa kiriman dhuwit lan ubarampe “kuthamara” saka kraton Yogyakarta. Saben tanggal 25 Ruwah ing makam iki diadani wilujengan sadranan.

1/2 <1+1>  1.3.1. Dewi Retno Nawangsih [Azmatkhan] perkawinan: <2>  14. Raden Bondan Kejawan / Ki Ageng Tarub II (Ki Lembu Peteng) [Brawijaya V]
perkawinan: <2!>  14. Raden Bondan Kejawan / Ki Ageng Tarub II (Ki Lembu Peteng) [Brawijaya V] 

Hilal AchmarFoto: Lesung Peninggalan Legenda Jaka Tarub  

Official Link. Adm: Hilal AchmarKi Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo 

Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun. 

Arya Penangsang adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah. 

Usai sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak tahun 1556. Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575, Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”) 

Pada tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun. 

Senapati memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual, misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga menyatakan sumpah setia kepada Senapati 

Sultan Hadiwijaya resah mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga (putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad. 

Sesuai pesan ayahnya, Ki Pemanahan dan restu sultan Pajang, Sutowijoyo menggantikan ayahnya sebagai pembesar atau Panembahan Mataram. Seperti dikatakan oleh Panembahan Giri dan Kanjeng Sunan Kalijaga, keturunan Ki Pemanahan kelak akan menjadi raja aung yang meguasai tanah Jawa. Sebagaimana ayahnya, Sutowijoyo selalu mencari kebenaran tentang dua ramalan nujum dua orang sesepuh itu 

Menjelang tengah malam Suutowijoyo keluar dari istana dengan diserta lima orang pengawalnya menuju ke Lipuro. Dan selanjutnya ia tidur di atas kumuloso, sebuah batu hitam yang halus permukaannya. Kepergiannya membuat kaget Ki Juru Mertani (paman dari ibu) karena tidak menemukannya di rumah. Namun, Ki Juru mengetahui dan hafal kemana putranya kemenakannya pergi. Setibanya di Lipuro, didapati Sutowijoyo sedang tidur pulas, kemudian dibangunlah Sutowijoyo dengan berucap: “Tole, bangunlah!. Katanya ingin menjadi raja, mengapa enak-enak tidur saja”. Tiba-tiba dilihat Ki Juru Mertani ada sebuah bintang sebesar buah kelapa yang masih utuh terletak di kepala Sutowijoyo, kemudian ia membangunkannya. “Tole, bangunlah segera. Yang bersinar di atas kepalamu seperti bulan itu apa?”. Bintang itu menjawab seperti manusia: “Ketahuilah, aku ini bintang memberi khabar kepadamu, maksudmu bersemedi dengan khusyuk, meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa, sekarang sudah diterima oleh-Nya. Yang kamu minta diizinkan, kamu akan menjadi raja menguasai tanah Jawa, turun sampai anak cucumu, akan menjadi raja di Mataram tiada bandingnya. Sangat ditakuti oleh lawan, kaya dengan emas dan permata. Kelak buyutmu yang menjadi raja di Mataram, negara kemudian pecah. Sering terjadi gerhana matahari, gunung meletus, hujan abu atau lumpur. Itu pertanda akan rusak”. Setelah berkata demikian bintang itu lalu menghilang. Sutowijoyo berkata dalam hati “permohonanku sudah dikabulkan oleh Tuhan., niatku menjadi raja menggantikan kanjeng Sultan (Pajang), turun sampai anka cucuku, sebagai pelita tanah Jawa, orang tanah Jawa semuanya tunduk”
Posted by jalelae


Pair of Vintage Old School Fru